Surat Cinta Untuk Fatih Diusia Yang Ke-6
Hari ini, 30 Desember 2019, usia mu genap enam tahun, nak. Kau lahir saat kami (ayah dan bundamu) sedang belajar memaknai hidup sebagai seorang suami dan istri. Dengan kelahiranmu, lebih jauh kami belajar menjadi orang tua yang baik untukmu dan adik-adikmu kelak. Pada hari ketujuh kelahiranmu, kami menamaimu Iqra Fatihus Shariati Ridwanuddin. Tak mudah menjelaskan arti nama ini kepada setiap orang yang bertanya tentang namamu. Tapi yang jelas, sebagaimana wahyu pertama di dalam Kitab Suci al-Qur’an yang menyebutkan kata “Iqra”, kami juga menamaimu demikian.
“Iqra” adalah simbol titik balik peradaban manusia yang diisyaratkan kitab suci, bahwa kemajuan peradaban manusia harus disambut dan diciptakan dengan “iqra”. Kata ini bukan hanya perintah untuk membaca teks, tetapi juga konteks, sejarah, masa depan, dan yang paling penting adalah kemauan untuk membaca ke dalam dirimu sebagai manusia.
Nak, berkat perintah “iqra” benih-benih kemajuan peradaban yang saat ini dinikmati oleh umat manusia, telah dibangun ratusan tahun sebelumnya. Dengan semangat “iqra”, angka 0 (nol) ditemukan sehingga mendorong umat manusia memasuki kemajuan era teknologi informasi dan komunikasi. Dengan semangat “iqra” ilmu-ilmu alam dan kemanusiaan terus berkembang pesat. Dengan semangat “iqra” ilmu-ilmu teknik juga terus dikembangkan oleh umat manusia saat ini.
Namun ada satu hal Nak. Manusia saat ini banyak yang lupa, kemajuan peradaban yang dilambangkan dengan pencapaian berbagai teknologi, meninggalkan satu persoalan serius, yaitu: krisis lingkungan hidup yang mengancam spesies makhluk hidup di planet ini, terutama manusia. Hal ini terjadi, karena kebanyakan manusia tak memahami semangat “iqra” secara utuh. Kitab Suci al-Qur’an mengisyaratkan perintah “iqra” harus diletakan dalam konteks “penciptaan (khalaq)” dan “keterkaitan atau ketergantungan (‘alaq)” manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta. Inilah yang hilang dari penghayatan kebanyakan manusia saat ini.
Sebagai anak-anak, tentu saat ini kau belum terlalu paham mengenai hal ini Nak. Tapi kelak, suatu saat jika kau telah sampai pada waktunya, kau akan dan harus memahami hal ini Nak. Planet bumi tempat kita tinggal saat ini benar-benar berada dalam titik nadir karena manusia kehilangan perspektif spiritual serta kehilangan perspektif sosialnya. Manusia terus menerus bernafsu mengakumulasi keuntungan ekonomi dengan membuang penghayatan ekologisnya.
Pada kondisi ini, kau harus sadar Nak. Dirimu memiliki tugas untuk terlibat dalam menawarkan solusi sesusi kemampuanmu, meskipun itu setititik. Nak, kau harus memiliki kemampuan “iqra” secara global, tetapi harus mampu menerjemahkannya dalam konteks lokal. Pelajari kitab suci dengan sebenar-benarnya supaya kamu menangkap dan menghayati pesan utamanya. Salam dari kami yang selalu mencintaimu.
Garut – Bima, 30 Desember 2019
Ditulis oleh Ayah Parid
Ditulis oleh Ayah Parid
Komentar
Posting Komentar