Surat Untuk Anakku (Fatih)
Oleh Bunda Putri Rahmayati
Fatih…. Suatu saat nanti...
Bacalah kisah indah dan seru ini
Kisah detik-detik menjelang kehadiranmu di dunia ini.
Kisah pertama kali bunda dan ayah menjadi orang tua.
Kisah pertama kali bunda dan ayah menjadi orang tua.
Bunda ingat….
Saat itu hari Ahad, tepat di usia 8,5 bulan Fatih di kandungan. Bunda dan ayah jalan-jalan ke Kebun Raya Bogor (KRB). Tempatnya memang jauh dari rumah kita (di Citayam), tapi kita bisa menempuhnya dengan bahagia. Karena bunda juga sangat senang jalan-jalan.
Walau perut terasa semakin berat, tapi bayangan tentang kehadiran Fatih memberikan energi kebahagiaan tersendiri, yang membuat bunda tidak merasakan lelah sedikit pun.
Setelah puas berkeliling KRB sejak pagi sampai siang. Bunda dan Ayah bersiap-siap pulang.
Ketika bunda dan ayah sedang asyik berjalan bergandengan tangan.
Tiba-tiba ayah menarik bunda untuk berlari. Terpaksa dengan perut yang besar, bunda harus berlari, sekitar 10 detik. Rupanya ada kadal besar melintas tepat di depan kita. Ayah pun kaget, sehingga menarik bunda untuk berlari.
Saat itu rasanya pengap karena berlari dalam keadaan hamil tua.
Kata ayah “ gimana anaknya bisa gesit, kalau bundanya seperti ini, jalannya pelan”
Bunda menjawab bahwa Fatih semakin berat di dalam kandungan, itu membuat bunda semakin lamban berjalan, apalagi berlari seperti tadi 😆
Setelah menempuh perjalanan pulang yang cukup jauh. Bunda dan ayah tiba di rumah tepat ketika adzan ashar. Bunda merasa begitu lelah, tidak seperti biasanya.
Ketika magrib, tiba-tiba ada bercak darah. Bunda sempat kaget dan tidak berpikir ini adalah tanda akan melahirkan Fatih. Karena menurut perkiraan dokter, Fatih akan lahir 2 Minggu lagi.
Tapi lama-kelamaan terasa sakit yang berulang. Akhirnya bunda bertanya ke Nenek Hajar (nenek uyutnya Fatih) tentang tanda flek darah. Rupanya ini tanda sebentar lagi Fatih akan lahir.
Bunda was-was….
Nenek Fatih yang berencana membantu proses melahirkan, baru akan tiba 14 hari lagi. Sementara Fatih, akan segera lahir. Bunda dan ayah hanya berdua di rumah.
Bagaimana bisa kami yang hanya berdua mampu merawat bayi yang baru lahir? Tanpa ada pengalaman sedikit pun?
Pertanyaan itu terus berkecamuk diantara rasa sakit yang semakin sering.
Waktu itu, bunda tidak dapat tidur sedikit pun. Rasa sakitnya nikmat 😍. Ketika rasa sakit agak reda, bunda rebahan mencoba tidur, walau tidak bisa.
Namun ketika sakit itu terasa sangat kuat, bunda hanya bisa berdoa agar dimudahkan proses bersalin. Untuk mengabaikan rasa sakit, bunda terus berjalan di dalam rumah, sampai subuh.
Setelah sholat subuh, rasa sakit (mules) muncul setiap 5 menit. Bunda segera menuju klinik bersalin bersama Nenek Hajar. Nenek mengendarai motor, bunda duduk dibelakang sambil menahan sakit.
Sementara ayah akan menyusul ke klinik setelah mengambil tas bersalin yang sudah bunda sediakan sejak usia Fatih 7 bulan di kandungan.
Sesampainya di klinik Albasyariah, bunda segera diperiksa. Ternyata sudah pembukaan tujuh.
Wow…. Cepat banget
Saat itu bunda merasa seperti tidak percaya akan secepat ini melahirkan.
Karena hari perkiraan lahir masih 2 Minggu lagi.
Setelah menunggu 30 menit, bunda pun mulai proses melahirkan Fatih. Awalnya bunda bingung, bagaimana cara mengejan? Serba salah, kata bidan bukan begitu, bukan begini.
Ada hal lucu, ditengah proses melahirkan yang maju mundur. Terdengar suara dangdut. Bunda sampai tertawa karena terpikir, jangan-jangan nanti Fatih suka musik dangdut.
Ketika proses melahirkan Fatih, perasaan bunda campur aduk, ingin cepat melahirkan, bahagia, dan susah mengejan. Tidak ada drama teriak sedikit pun dan proses melahirkan Fatih. Karena entah kenapa rasa bahagia itu menutupi sakitnya melahirkan.
Mungkin karena melihat bunda yang santai, bidan berkata “ ayo buk, dorong yang kuat, kalau 15 menit lagi belum keluar, akan dilakukan tindakan"
Bunda panik, tidak ingin dilakukan “tindakan” seperti yang dikatakan oleh bidan. Dalam pikiran bunda, kata “tindakan" itu berarti operasi Caesar.
Sehingga ketika mules itu datang lagi, bunda segera mengejan dengan kuat. Ditengah proses itu, tiba-tiba ada rasa sesuatu menggunting vagina Bunda. Dalam hati rasanya sedih, kenapa harus digunting? Seharusnya tidak perlu.
Tapi sekelebat pikiran itu hilang karena bunda harus mengejan dengan kuat agar Fatih lahir. Satu bidan mendorong perut ke depan, dan dua bidan memperhatikan dengan seksama proses Fatih keluar dari rahim bunda.
Dan ketika kepala Fatih keluar, rasanya lega. Bunda tidak perlu mengejan, karena bidan sudah membantu menarik Fatih keluar.
Ketika lahir, Fatih langsung menangis dengan kencang. Rasanya bahagia sekali mendengar suara indah itu. Bidan berkata “ selamat yah Bu, anaknya laki-laki”
Kebahagiaan itu semakin bertambah. Ayah yang sejak tadi berada di samping bunda selama proses melahirkan, langsung mencium kening bunda. Tanda bahagia atas kelahiran Fatih.
Setelah itu, ayah segera membisikkan adzan di telinga kanan dan Iqamah di telinga kiri Fatih. Kebahagiaan itu, sulit digambarkan dalam kalimat. Melihat Fatih lahir dengan fisik yang sempurna dan dalam keadaan sehat.
Selagi bunda meresapi kebahagiaan akan kehadiran Fatih. Rupanya bidan masih bekerja keras. Bekerja menjahit kembali vagina yang tadi robek dan digunting. Kembali rasa sakit terasa begitu kuat.
Walaupun sudah dibius, tapi proses penjahitan itu cukup lama. Sehingga pengaruh obat bius semakin sedikit, sementara masih harus dijahit beberapa kali.
Bunda sempat bertanya kepada bidan, berapa jumlah jahitannya. Bidan tidak menjawab, dan memilih fokus pada proses menjahit. Dalam hati bunda berkata, sepertinya ini bukan dijahit, tapi diobras, saking panjang nya sobekan bekas melahirkan.
Akhirnya bunda diam sambil menahan sakit nya dijahit tanpa pengaruh obat bius.
Setelah dijahit, tiba-tiba kaki bunda bergetar tidak terkendali. Bunda panik, waktu itu kaki bunda masih dalam posisi tertekuk karena proses menjahit vagina.
Ternyata bergetarnya kaki bunda karena lapar. Sejak semalam tidak bisa makan apapun. Setiap ada makanan yang masuk, pasti dimuntahkan kembali. Dan akhirnya bunda kelaparan setelah perjuangan melahirkan.
Mengetahui bunda yang kelaparan, Nenek Hajar segera mencari makanan. Dan beberapa waktu kemudian datang dengan semangkuk bubur ayam yang hangat.
Bunda ingat, kala itu, nenek Hajar menyuapi bunda. Saat itu, nenek Hajar terasa seperti ibu kandung Bunda. Beliau sangat perhatian dan membantu dengan sigap proses melahirkan Fatih.
Terimakasih Nenek Hajar 🙏
Ketika pertama kali bunda menyusui Fatih. Rasanya luar biasa…. Bahagia dan haru. Syukur yang tak bertepi. Karena kita begitu kompak. Fatih mau menyusu dan ASI bunda pun mengalir dengan cukup.
Pukul 13.00 bunda sudah bisa pulang. Dan sesampainya di rumah. Kegalauan datang lagi.
Bunda dan Ayah hanya berdua di rumah. Nenek dari Bima akan tiba satu Minggu lagi.
Bunda dan Ayah benar-benar belajar bersama menjadi orang tua terbaik untuk Fatih. Kami tim yang kompak. Ayah mengerjakan semua urusan domestik. Termasuk mencuci darah di pakaian bunda setelah melahirkan dan mencuci popok Fatih yang masih hijau oleh pup khas bayi baru lahir.
Fatih tahu?
Melihat pup Fatih yang hijau saat itu, bunda rasanya bahagia sekali
Karena itu pertanda Fatih sehat, normal seperti bayi pada umumnya.
Dan ayah tidak merasa sungkan mencuci itu.
Sementara bunda, masih dalam tahap pemulihan setelah melahirkan. Dan belajar merawat Fatih tanpa bantuan pengasuh.
Bunda dan ayah benar-benar belajar mandiri merawat Fatih. Oh ya, Nenek Hajar masih membantu Bunda. Beliau mengajarkan cara memandikan Fatih yang masih bayi. Alhamdulillah, ketika Fatih berusia dua Minggu, Bunda sudah bisa memandikan Fatih tanpa bantuan.
Pertama kali memandikan Fatih. Rasanya ragu, bunda sempat merasa tidak mampu. Tapi bunda berpikir positif, Allah SWT telah mempercayakan Fatih lahir dari rahim Bunda. Itu berarti Allah sudah meng-install sifat kasih seorang ibu dalam diri bunda. Bunda harus percaya diri mengemban amanah baru ini.
Alhamdulillah, bunda bisa mengatasi keraguan itu, dan menikmati setiap saat bersama Fatih.
Komentar
Posting Komentar