Fitrah Seksualitas dan Kelekatan pada Ortu di Usia 7-10 tahun

Hari ini kelompok 4 (Gayung Alviana Azmi, Gedwina NA, Firstiany Gunaliska dan Fitri YumNarashy Azimat)   mempresentasikan tentang kelekatan anak usia 7-10 tahun merupakan bentuk menumbuhkan fitrah seksualitas nya.

Berikut review nya:

Fitrah seksualitas adalah bagaimana seseorang berfikir, merasa dan bersikap sesuai dengan fitrahnya sebagai laki-laki sejati / perempuan sejati. Untuk menumbuhkan fitrah seksualitas diperlukan kedekatan dengan ayah ibunya. Salah satu cara menumbuhkan fitrah seksualitas adalah dengan pendidikan seksualitas.

Setelah sebelumnya kita belajar dari kelompok sebelumnya ttg fitrah seksualitas usia dini, kali ini kami ingin melanjutkan membahas perlukah membangkitkan fitrah seksualitas usia 7-10?
Sebelum melangkah lebih jauh, kita buka kembali tahapan-tahapan dalam mengenalkan fitrah seksualitas usia  7-10 tahun.

ternyata usia 7-10 tahun merupakan masa pre akhil baligh 1 dimana tahap ini merupakan tahap penyadaran potensi gender dengan memberikan beragam aktifitas yang relevan dengan gendernya. Oleh karena itu, setelah pada tahap 0-6 tahun, anak2 telah kokoh dengan konsep kelaki-lakian dan konsep keperempuanan, maka memasuki usia 7-10 tahun anak laki-laki lebih didekatkan dengan ayahnya agar ego sentrisnya mereda bergeser ke sosio sentris dimana anak laki-laki sudah punya tanggungjawab moral dan adanya perintah sholat.
Sedangkan anak perempuan perlu lebih didekatkan kepada ibunya agar peran keperempuanan dan peran keibuannya bangkit.

🌸Pada fase ini anak anak sudah masuk pada fase genital, muncul ketertarikan pada lawan jenis
🌸 Mulai sering berfantasi
🌸 Senang bermain dengan kelompok gendernya masing masing.
Anak laki laki ngumpul dengan anak laki laki, begitu juga sebaliknya
🌸 Merasa malu jika tanpa busana di depan orang lain
🌸 Egosentris anak mulai bergeser ke siosentris. Anak sudah mulai bisa berbagi

Pada tahap ini, AYAH menjadi figur idola bagi anak laki laki dan BUNDA menjadi idola bagi anak perempuan.

Fenomena Fatherless/Motherless dalam keluarga artinya keadaan hilangnya ikatan emosional antara anak dan ayah ibu.
Beberapa faktor penyebab Fatherless/Motherless antara lain :
1 Perpisahan ayah dan ibu karena perceraian atau kematian
2 Emotional absence (Hadir secara fisik tapi tdk memperdulikan emosi dan psikologi anak)
3 Narkoba
4 Abuse (kekerasan yg dilakukan sang ayah thd anak).
5 Ekspektasi berlebihan terhadap jenis kelamin bayi
6 Sibuk dengan gadget nya masing-masing
7 Kurang nya informasi pengasuhan anak


Untuk membantu ayah dalam menyusun kegiatan apa saja yang dilakukan dalam mengasuh anak. Maka diperlukan pemahaman dimensi-dimensi pengasuhannya.

1. Engagement, yaitu interaksi langsung yang dilakukan ayah dengan anaknya dalam konteks merawat, bermain, atau mengisi waktu luang. Jadi, penting bagi seorang ayah untuk melakukan interaksi langsung dengan anak, misalnya menemani bermain, mengajarkan anak mengendarai sepeda di hari libur, dan aktivitas lainnya.

2. Accesibility, yaitu ketersediaan secara fisik dan psikologis yang ayah berikan pada anak. Sebagai seorang ayah, penting untuk memberikan dukungan secara fisik maupun psikologis kepada anak. Misalnya, mengambil raport anak disekolah. Hal ini terkesan hal sederhana, namun berapa banyak ayah yang hadir secara fisik untuk melakukan hal itu?

3. Responsibility, yaitu perawatan dan penjaminan kesejahteraan anaknya. Misalnya, ayah mendukung kebutuhan passion anak yang gemar berenang. Selain itu, ayah juga bisa menyediakan lingkungan tempat tinggal yang nyaman dan kesiapan untuk mengakses ke rumah sakit/tempat pengobatan jika ada kondisi darurat. Secara umum, fungsi responsibility inilah yang dilihat sebagai tugas utama ayah yaitu mencari nafkah.

Tidak mudah memang sebenarnya untuk mengaplikasikan hal-hal tersebut, jika memang para ayah termasuk orang yang jam kerjanya sangat sibuk. Tetapi justru disitulah menurut saya tantangan kita. Setidaknya ketika si ayah memang sedang sibuk bekerja karena tanggung jawabnya pada pekerjaannya, maka kita bisa memberikan pengertian kepada buah hati kita. Dari situ sedikit banyak kita juga bisa mengajarkan tentang empati kepada anak-anak.

Komentar

  1. waah, iya bener mak.. ayah yang sibuk pun bisa jadi media pembelajaran tentang empati ya 😍👍

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer