Refleksi di Bulan Muharram

Ketika membaca berbagai peristiwa penting yang telah terjadi di bulan Muharram ( Sumber 1 dan Sumber 2). Saya mengambil kesimpulan bahwa Allah SWT akan menerima taubat bagi orang yang bersungguh-sungguh dan Allah SWT menolong siapapun yang teguh di jalan-Nya.

Saya terbayang tentang kesulitan yang dihadapi bulan Muharram ini : air yang mengering, suami yang sibuk (jarang pulang), anak-anak yang makin aktif dan kritis.

Kesulitan yang saya hadapi, tidak sebanding dengan kesulitan para nabi dan Rasul. Saya harus membuat perubahan dimulai dari diri sendiri.

Untuk masalah air. Beberapa bulan ini, hujan jarang turun. Seandainya pun turun hujan, hanya sebatas menyapu debu jalanan, tidak menambah stok air tanah kami. Saya sebagai ibu rumah tangga resah dan harus merubah pola pengerjaan urusan domestik untuk tetap profesional mengasuh anak-anak.

Sejak tidak ada air yang mengalir, pihak pemilik kontrakan mengalirkan air dari rumahnya ke kontrakan kami. Setiap ingin air, saya harus menghidupkan dari keran tetangga (pemilik kontrakan) lalu kembali ke rumah lagi untuk mencuci piring dan baju. Ketika air oebup, kembali kesana lagi untuk mematikan keran.

Mesin cuci? Sudah tidak digunakan lagi, dalam rangka menghemat air.

Mencuci manual, membuat saya harus mekuamelua waktu lebih banyak pada kandang waktu domestik sebelum bermain bersama anak-anak.

Sementara Anak-anak, makin kritis berpikir dan makin luas eksplorasi. Saya harus meluangkan waktu lebih banyak untuk bermain dengan mereka. Untuk hal ini, saya tidak ingin mengurangi waktunya.

Sementara suami tercinta sedang sibuk-sibuknya di luar kota dan luar negeri. Dalam seminggu, kami hanya punya waktu 1 atau 2 hari bertemu. Itupun setiap hari , suami harus ke kantor, pulang malam. Jadi jatah waktu bersama keluarga sangat sedikit. Sampai Fatih bertanya " bunda, ayah tinggal dimana?"

Karena waktu bermain bersama anak tidak boleh berkurang, sementara suami tidak bisa membantu pengasuhan dan domestik, dan tugas menulis semakin banyak. Saya harus mengurangi jatah tidur.
Sekarang tidur malam lebih sedikit, biasanya setelah pukul 00.00 baru beres tugas menulis. Dan bangun paling subuh. Nikmat nya, said sering menemani Sholat subuh. Rasanya badan ini, masih minta jatah kasur. Tapi Said sudah minta makan 😄 lagi.

Catatan ini bukan untuk menggambarkan betapa hebatnya saya, atau betapa sulitnya hidup saya.

Catatan ini hanya sebagai pengingat saya di masa depan.  Bahwa saya pernah berada di titik ini.

Jika esok keadaan saya lebih baik dari ini, saya harus banyak bersyukur dan mengenang masa lalu dengan manisnya perjuangan.

Jika esok keadaan saya lebih buruk, saya harus bersyukur, karena Allah sedang menguji saya untuk naik level ketaqwaan.

Dan jika esok saya tiada, Fatih dan Said bisa membaca curhatan ini. 

Komentar

Postingan Populer