Menanamkan Fitrah Seksualitas dalam proses Bermain
Hari ini kelompok 6 mempresentasikan tentang penanaman fitrah seksualitas melalui proses bermain. Berikut review nya:
Kenapa Pendidikan Seksualitas Penting?
a. Mengembangkan keterampilan sosial anak
b. Mengembangkan kemampuan anak untuk menyampaikan peran secara asertif
c. Membangun kemandirian anak dengan lebih baik
d. Membuat anak lebih bertanggung jawab dalam perilakunya
e. Dapat mengurangi resiko anak terhadap kejahatan seksual, tertular penyakit dan kehamilan yang tidak diharapkan
f. Membuat anak dapat menyampaikan laporan jika terjadi kejahatan seksual
g. Membuat anak dapat memilih sikap dan perilaku yang lebih adaptif dan sesuai dengan harapan sosial
h. Membuat anak dapat memilih tindakan yang lebih sehat.
a. Mengembangkan keterampilan sosial anak
b. Mengembangkan kemampuan anak untuk menyampaikan peran secara asertif
c. Membangun kemandirian anak dengan lebih baik
d. Membuat anak lebih bertanggung jawab dalam perilakunya
e. Dapat mengurangi resiko anak terhadap kejahatan seksual, tertular penyakit dan kehamilan yang tidak diharapkan
f. Membuat anak dapat menyampaikan laporan jika terjadi kejahatan seksual
g. Membuat anak dapat memilih sikap dan perilaku yang lebih adaptif dan sesuai dengan harapan sosial
h. Membuat anak dapat memilih tindakan yang lebih sehat.
Bagaimana Memulai Pembicaraan Dengan Anak?
💡 *Mulailah dengan issue yang sedang banyak dibahas saat itu.* Dengan demikian, anak mendapatkan contoh konkret yang diharapkan bisa lebih mudah dipahami oleh anak.
💡 *Ceritakan pengalaman ayah/bunda dulu.* Proses _curhat_ dari hati ke hati atau melalui cerita singkat masa lalu orangtua tidak hanya menjadi cara mudah memberikan pemahaman tentang seksualitas tetapi juga semakin memupuk kedekatan antara orangtua dan anak.
💡 *Berinisiatif memulai pembicaraan, jangan tunggu anak bertanya.* Hal ini untuk menghindari kejadian kecolongan, yakni jika anak malah bertanya kepada orang yang salah bahkan mencari tahu dari sumber yang tidak baik.
💡 *Ciptakan suasana dan kondisi yang memungkinkan untuk berdiskusi.* Ayah/bunda bisa mengajak anak berdiskusi secara pribadi, berdua saja. Ini akan mendorong anak untuk lebih terbuka dalam menuntaskan rasa penasarannya, juga membuat ayah/bunda lebih fokus dalam memberikan penjelasan.
💡 *Buka pikiran dan perasaan.*
💡 *Menyampaikan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga kepada anak dengan bahasa yang mudah dipahami.*
💡 *Mengetahui tahapan pemahaman anak.* Awali dengan bertanya kepada anak, sampai sejauh mana pemahaman yang diketahui olehnya.
💡 *Beri jawaban singkat namun jelas, selalu kunci dengan AGAMA.*
💡 *Mendengarkan dan menyimak dengan seksama obrolan anak kemudian bersabar juga berempatilah kepada anak.*
💡 *Selalu mencoba berkomunikasi pada setiap kesempatan tanpa menunda.* Manfaatkan sebagai Golden Opportunity untuk mengajarkan anak tentang seksualitas.
💡 *Santai, tenang dan tidak panik.* Agar kedepannya anak selalu mau terbuka tanpa ada rada malu dan takut untuk bertanya atau mengutarakan sesuatu terkait seksualitas.
💡 *Lakukan dengan cinta.* 🤗💕
💡 *Teladan lebih baik dari 1000 kata.* Anak belajar nilai-nilai melalui interaksi sehari-hari dengan orangtuanya.
💡 *Mulailah dengan issue yang sedang banyak dibahas saat itu.* Dengan demikian, anak mendapatkan contoh konkret yang diharapkan bisa lebih mudah dipahami oleh anak.
💡 *Ceritakan pengalaman ayah/bunda dulu.* Proses _curhat_ dari hati ke hati atau melalui cerita singkat masa lalu orangtua tidak hanya menjadi cara mudah memberikan pemahaman tentang seksualitas tetapi juga semakin memupuk kedekatan antara orangtua dan anak.
💡 *Berinisiatif memulai pembicaraan, jangan tunggu anak bertanya.* Hal ini untuk menghindari kejadian kecolongan, yakni jika anak malah bertanya kepada orang yang salah bahkan mencari tahu dari sumber yang tidak baik.
💡 *Ciptakan suasana dan kondisi yang memungkinkan untuk berdiskusi.* Ayah/bunda bisa mengajak anak berdiskusi secara pribadi, berdua saja. Ini akan mendorong anak untuk lebih terbuka dalam menuntaskan rasa penasarannya, juga membuat ayah/bunda lebih fokus dalam memberikan penjelasan.
💡 *Buka pikiran dan perasaan.*
💡 *Menyampaikan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga kepada anak dengan bahasa yang mudah dipahami.*
💡 *Mengetahui tahapan pemahaman anak.* Awali dengan bertanya kepada anak, sampai sejauh mana pemahaman yang diketahui olehnya.
💡 *Beri jawaban singkat namun jelas, selalu kunci dengan AGAMA.*
💡 *Mendengarkan dan menyimak dengan seksama obrolan anak kemudian bersabar juga berempatilah kepada anak.*
💡 *Selalu mencoba berkomunikasi pada setiap kesempatan tanpa menunda.* Manfaatkan sebagai Golden Opportunity untuk mengajarkan anak tentang seksualitas.
💡 *Santai, tenang dan tidak panik.* Agar kedepannya anak selalu mau terbuka tanpa ada rada malu dan takut untuk bertanya atau mengutarakan sesuatu terkait seksualitas.
💡 *Lakukan dengan cinta.* 🤗💕
💡 *Teladan lebih baik dari 1000 kata.* Anak belajar nilai-nilai melalui interaksi sehari-hari dengan orangtuanya.
Selain ngobrol, curhat, ada lagi kah cara supaya anak lebih mudah paham?
Ternyata ada Mak 😉
Untuk dapat masuk ke dunia anak dan mengajarkan seksualitas, orangtua disarankan masuk ke dunia yang paling dikenal oleh anak.
🚙 🚛 🚜 🚲 🚢 🚁 🚀 🛩 🚓
_*Dunia itu adalah dunia bermain.*_
🎠 🎡 🎨 🎭 ⚽ 🎈 🎎 🎤 🎶
Saat ini, anak masih membutuhkan penjelasan secara konkret atau nyata. Dunia bermain dapat memberikan pemahaman secara konkret pada anak.
Ternyata ada Mak 😉
Untuk dapat masuk ke dunia anak dan mengajarkan seksualitas, orangtua disarankan masuk ke dunia yang paling dikenal oleh anak.
🚙 🚛 🚜 🚲 🚢 🚁 🚀 🛩 🚓
_*Dunia itu adalah dunia bermain.*_
🎠 🎡 🎨 🎭 ⚽ 🎈 🎎 🎤 🎶
Saat ini, anak masih membutuhkan penjelasan secara konkret atau nyata. Dunia bermain dapat memberikan pemahaman secara konkret pada anak.
Jika kita masuk ke toko mainan, maka biasanya kita akan mendapati pemisahan lorong untuk mainan anak laki-laki dan mainan anak perempuan. Begitu pula di kehidupan sosial kita. Ada kecenderungan penggunaan warna yang berbeda untuk anak laki-laki dan perempuan. Biru untuk laki-laki dan pink untuk perempuan. Bagi sebagian orang, mungkin tidak sepenuhnya sepakat dengan hal tersebut. Namun pemisahan itu sudah menjadi hal yang sangat wajar di kehidupan sehari-hari. Apakah merupakan produk bawaan (nature) atau karena pola asuh (nurture)? Apakah anak-anak secara alami atau punya bawaan untuk memilih objek tertentu ataukah karena pengaruh pola asuh dari orangtuanya yang memengaruhi anak di awal kehidupannya?
Sebuah studi menunjukkan bahwa ketertarikan berdasarkan gender sudah ada bahkan sebelum bayi bisa merangkak.
Ketika diperlihatkan pada tujuh macam mainan, bayi laki-laki berusia 9 bulan spontan mengambil mobil-mobilan, bola, serta mainan penggali pasir, dan cuek pada boneka beruang dan peralatan memasak. Bagaimana dengan para bayi perempuan? Pada usia yang sama, mereka juga lebih tertarik pada boneka, sayuran plastik, serta miniatur satu set cangkir.
Sara Amalie Thommessen, (dari City University, London, Inggris) menyimpulkan bahwa anak laki-laki lebih menyukai mainan yang bergerak, sedangkan anak perempuan memilih mainan yang memiliki profil wajah atau mainan yang mendukung naluri mengasuh.
Walter Gilliam, pakar perkembangan anak mengatakan bayi sudah mampu menangkap banyak hal di usianya yang baru 9 bulan.
Ketertarikan pada suatu objek berdasarkan perbedaan gender akan lebih nyata saat anak bertambah besar. Di usia 27 bulan hingga 36 bulan, anak perempuan menghabiskan 50 persen waktu bermainnya untuk main boneka. Sementara itu 87 persen waktunya dihabiskan anak laki-laki untuk main mobil-mobilan dan bola.
Professor Melissa Hines dari Cambridge University berhasil mengidentifikasi perbedaan gender dalam preferensi mainan. Ada beberapa bukti bahwa otak anak laki-laki didesain untuk mengekspresikan minat awal pada permainan kasar dan fisik serta mainan yang bergerak (seperti mobil-mobilan), sementara perempuan memilih boneka dan bermain peran.
Ketika diperlihatkan pada tujuh macam mainan, bayi laki-laki berusia 9 bulan spontan mengambil mobil-mobilan, bola, serta mainan penggali pasir, dan cuek pada boneka beruang dan peralatan memasak. Bagaimana dengan para bayi perempuan? Pada usia yang sama, mereka juga lebih tertarik pada boneka, sayuran plastik, serta miniatur satu set cangkir.
Sara Amalie Thommessen, (dari City University, London, Inggris) menyimpulkan bahwa anak laki-laki lebih menyukai mainan yang bergerak, sedangkan anak perempuan memilih mainan yang memiliki profil wajah atau mainan yang mendukung naluri mengasuh.
Walter Gilliam, pakar perkembangan anak mengatakan bayi sudah mampu menangkap banyak hal di usianya yang baru 9 bulan.
Ketertarikan pada suatu objek berdasarkan perbedaan gender akan lebih nyata saat anak bertambah besar. Di usia 27 bulan hingga 36 bulan, anak perempuan menghabiskan 50 persen waktu bermainnya untuk main boneka. Sementara itu 87 persen waktunya dihabiskan anak laki-laki untuk main mobil-mobilan dan bola.
Professor Melissa Hines dari Cambridge University berhasil mengidentifikasi perbedaan gender dalam preferensi mainan. Ada beberapa bukti bahwa otak anak laki-laki didesain untuk mengekspresikan minat awal pada permainan kasar dan fisik serta mainan yang bergerak (seperti mobil-mobilan), sementara perempuan memilih boneka dan bermain peran.
Pentingkah memfasilitasi anak dengan mainan sesuai gender? dr. Markus menyatakan bahwa Gender itu penting, namun tidak mutlak dari awal harus dibatasi ini itu, yang pasti tetap perlu diarahkan.
Mengenalkan mainan sesuai gender bisa dimulai sejak usia anak 2 tahun (dr. Markus Danusantosa, SpA.)
Kalau ternyata anak lebih memilih mainan tidak sesuai gender, arahkan cara bermainnya. Misalnya anak perempuan cenderung memilih main mobil-mobilan. Saat anak itu memainkan mobil-mobilan, ambilkan boneka. Ini agar dalam proses permainan ada dua benda berbeda. Seolah-olah kita bandingkan mainan. Kita tidak perlu kaku membatasi bahwa ini mainan anak laki-laki dan itu mainan anak perempuan. Bisa dengan pengalihan seperti memasukkan unsur feminin pada anak perempuan, atau unsur maskulin untuk anak laki-laki.
Orangtua perlu memperhatikan mainan yang akan diberikan pada anak-anak. Orientasi jangka panjangnya adalah menjaga anak-anak dari perilaku menyimpang. Pemberian mainan edukatif yang tepat sesuai jenis kelamin diharapkan dapat membantu membentuk karakter dan kepribadian anak. Akan lebih baik jika ayah bunda membelikan mainan edukatif yang mengandung nilai-nilai religi.
Gangguan Identitas Gender (GIG), selain karena faktor biologis, juga dapat dipengaruhi oleh pola asuh. Menurut sebuah sumber, hasil wawancara terhadap orang tua yang anaknya mengalami GIG menunjukkan bahwa mereka tidak mencegah, bahkan mendorong perilaku anak ketika memakai baju lawan jenisnya. Banyak orang tua yang merasa lucu ketika anak laki-laki mereka memakai baju atau aksesori wanita, bahkan bermain make-up dan mengajarkan rias. Anak dengan kecenderungan GIG juga cenderung suka memainkan mainan dengan stereotip lawan jenis dan selalu berperan sebagai lawan jenis ketika bermain role play. Di sinilah, arahan dari orang tua sangat diperlukan.
Fakta pada saat ini menunjukkan bahwa jenis mainan anak amatlah banyak. Dan dari jumlah tersebut, jenis-jenis mainan tidak mutlak terbagi untuk gender laki-laki dan perempuan. Ada banyak jenis mainan yang bisa dimainkan bersama, seperti balok, lego, playdoh, rumah-rumahan dengan segala perabotnya, pasir, dan banyak mainan edukatif lain. Hasil pengamatan saya ketika sejumlah anak laki-laki dan perempuan bermain bersama, tetap ada perbedaan kecenderungan mereka dalam memainkan mainan umum tersebut. Misalnya anak laki-laki lebih suka menyusun lego menjadi kendaraan atau bangunan bengkel, sementara anak perempuan lebih suka menyusun istana dan kebun cantik.
Dalam kondisi anak laki-laki dan perempuan bermain bersama, untuk menstimulus kemampuan kognitif dan motorik anak, pemberian mainan tetap dapat bervariasi. Lalu biarkan mereka memainkannya sesuai imajinasi mereka. Pendampingan dan pengarahan dari orang tua berperan dalam menjaga permainan agar tidak menyimpang. Selanjutnya mungkin kita akan mendapati anak-anak laki-laki dan perempuan berada dalam permainan bersama dimana mereka bekerja sama dengan tetap memposisikan diri mereka sesuai gendernya.
Mengenalkan mainan sesuai gender bisa dimulai sejak usia anak 2 tahun (dr. Markus Danusantosa, SpA.)
Kalau ternyata anak lebih memilih mainan tidak sesuai gender, arahkan cara bermainnya. Misalnya anak perempuan cenderung memilih main mobil-mobilan. Saat anak itu memainkan mobil-mobilan, ambilkan boneka. Ini agar dalam proses permainan ada dua benda berbeda. Seolah-olah kita bandingkan mainan. Kita tidak perlu kaku membatasi bahwa ini mainan anak laki-laki dan itu mainan anak perempuan. Bisa dengan pengalihan seperti memasukkan unsur feminin pada anak perempuan, atau unsur maskulin untuk anak laki-laki.
Orangtua perlu memperhatikan mainan yang akan diberikan pada anak-anak. Orientasi jangka panjangnya adalah menjaga anak-anak dari perilaku menyimpang. Pemberian mainan edukatif yang tepat sesuai jenis kelamin diharapkan dapat membantu membentuk karakter dan kepribadian anak. Akan lebih baik jika ayah bunda membelikan mainan edukatif yang mengandung nilai-nilai religi.
Gangguan Identitas Gender (GIG), selain karena faktor biologis, juga dapat dipengaruhi oleh pola asuh. Menurut sebuah sumber, hasil wawancara terhadap orang tua yang anaknya mengalami GIG menunjukkan bahwa mereka tidak mencegah, bahkan mendorong perilaku anak ketika memakai baju lawan jenisnya. Banyak orang tua yang merasa lucu ketika anak laki-laki mereka memakai baju atau aksesori wanita, bahkan bermain make-up dan mengajarkan rias. Anak dengan kecenderungan GIG juga cenderung suka memainkan mainan dengan stereotip lawan jenis dan selalu berperan sebagai lawan jenis ketika bermain role play. Di sinilah, arahan dari orang tua sangat diperlukan.
Fakta pada saat ini menunjukkan bahwa jenis mainan anak amatlah banyak. Dan dari jumlah tersebut, jenis-jenis mainan tidak mutlak terbagi untuk gender laki-laki dan perempuan. Ada banyak jenis mainan yang bisa dimainkan bersama, seperti balok, lego, playdoh, rumah-rumahan dengan segala perabotnya, pasir, dan banyak mainan edukatif lain. Hasil pengamatan saya ketika sejumlah anak laki-laki dan perempuan bermain bersama, tetap ada perbedaan kecenderungan mereka dalam memainkan mainan umum tersebut. Misalnya anak laki-laki lebih suka menyusun lego menjadi kendaraan atau bangunan bengkel, sementara anak perempuan lebih suka menyusun istana dan kebun cantik.
Dalam kondisi anak laki-laki dan perempuan bermain bersama, untuk menstimulus kemampuan kognitif dan motorik anak, pemberian mainan tetap dapat bervariasi. Lalu biarkan mereka memainkannya sesuai imajinasi mereka. Pendampingan dan pengarahan dari orang tua berperan dalam menjaga permainan agar tidak menyimpang. Selanjutnya mungkin kita akan mendapati anak-anak laki-laki dan perempuan berada dalam permainan bersama dimana mereka bekerja sama dengan tetap memposisikan diri mereka sesuai gendernya.
Yang perlu diperhatikan sebelum mengajak anak bermain ataupun berkegiatan adalah :
*1. Tahapan perkembangan anak*
Kenali tahap perkembangan anak saat itu. Ini diperlukan agar orangtua mengetahui cara membangun pemahaman anak sesuai dengan tahap perkembangannya.
*2. Gaya belajar anak*
Perhatikan gaya belajar yg dominan pada diri anak, kemudian pilih metode dan media yg sesuai agar lebih mudah memahami penjelasan dan materi yg diberikan.
*3. Respon dan suasana hati anak*
Pastikan kondisi anak prima saat diajak bermain. Perut sudah kenyang, tidak sedang mengantuk, tidak sedang sakit. Karena segala aktifitas yg dilakukan dengan perasaan gembira akan lebih mudah terserap ke dalam pemahaman anak.
```Ref : Nahda Kurnia, Ellen Tjandra, "Bunda Seks Itu Apa Sih?"```
*1. Tahapan perkembangan anak*
Kenali tahap perkembangan anak saat itu. Ini diperlukan agar orangtua mengetahui cara membangun pemahaman anak sesuai dengan tahap perkembangannya.
*2. Gaya belajar anak*
Perhatikan gaya belajar yg dominan pada diri anak, kemudian pilih metode dan media yg sesuai agar lebih mudah memahami penjelasan dan materi yg diberikan.
*3. Respon dan suasana hati anak*
Pastikan kondisi anak prima saat diajak bermain. Perut sudah kenyang, tidak sedang mengantuk, tidak sedang sakit. Karena segala aktifitas yg dilakukan dengan perasaan gembira akan lebih mudah terserap ke dalam pemahaman anak.
```Ref : Nahda Kurnia, Ellen Tjandra, "Bunda Seks Itu Apa Sih?"```
Ternyata Mak, ada fungsi lain dari bermain yg baru saja ditemukan.
_Saat ibu dan ayah bermain dengan anak ternyata dapat membantu membentuk pandangan anak tentang gender, yakni apa itu *maskulin* dan *feminin* ._
Pengamatan ini didasarkan pada analisis interaksi berupa video yg terekam dari sekitar 80 keluarga yang tinggal di dua kota kecil di Kansas, Amerika Serikat.
Rekaman tersebut berupa 15 menit sesi bermain bersama anak-anak dan 10 menit sesi makan makanan kecil.
Dalam proses bermain tersebut, peneliti menemukan bahwa Ayah cenderung bersikap *tegas* sedangkan Ibu lebih banyak bertindak laiknya *fasilitator yg kooperatif namun juga fleksibel* .
Anak-anak dalam keluarga yg sama bisa memiliki pengalaman yg berbeda saat berinteraksi dengan Ayah atau Ibunya.
_"Perbedaan tersebut dapat mengajarkan anak-anak pelajaran tak langsung tentang *peran gender* dan memperkuat *pola perilaku gender* yang kemudian mereka bawa ke luar konteks keluarga."_
Sumber : https://www.google.co.id/amp/s/lifestyle.okezone.com/amp/2010/06/28/196/347459/ajarkan-peran-gender-melalui-permainan
_Saat ibu dan ayah bermain dengan anak ternyata dapat membantu membentuk pandangan anak tentang gender, yakni apa itu *maskulin* dan *feminin* ._
Pengamatan ini didasarkan pada analisis interaksi berupa video yg terekam dari sekitar 80 keluarga yang tinggal di dua kota kecil di Kansas, Amerika Serikat.
Rekaman tersebut berupa 15 menit sesi bermain bersama anak-anak dan 10 menit sesi makan makanan kecil.
Dalam proses bermain tersebut, peneliti menemukan bahwa Ayah cenderung bersikap *tegas* sedangkan Ibu lebih banyak bertindak laiknya *fasilitator yg kooperatif namun juga fleksibel* .
Anak-anak dalam keluarga yg sama bisa memiliki pengalaman yg berbeda saat berinteraksi dengan Ayah atau Ibunya.
_"Perbedaan tersebut dapat mengajarkan anak-anak pelajaran tak langsung tentang *peran gender* dan memperkuat *pola perilaku gender* yang kemudian mereka bawa ke luar konteks keluarga."_
Sumber : https://www.google.co.id/amp/s/lifestyle.okezone.com/amp/2010/06/28/196/347459/ajarkan-peran-gender-melalui-permainan
Lengkaap!! makasih resumenya mak 😍👍
BalasHapusTerimakasih kembali Mak Asti 😍
Hapus